PERKEMBANGAN SAINS BAGI ANAK BERKEBUTUHAN
KHUSUS
Bentuk Pengenalan Sains
pada Anak Usia Dini
Pengenalan
Sains untuk anak usia dini menutur Slamet Suyanto dilakukan untuk mengembangkan
kemampuan berikut :
a. Eskplorasi dan
investigasi, yaitu kegiatan untuk mengamati dan menyelidiki objek dan fenomena
yang ada dialam
b. Mengembangkan
keterampilan proses Sains dasar seperti melakukan pengematan, mengukur,
menggunakan bilangan, dan mengkomunikasikan hasil pengamatan
c. Mengembangkan rasa
ingin tahu, senang, dan mau melakukan kegiatan, inkuiri dan diskoveri
d. Memahami pengetahuan
tentang berbagai macam benda baik ciri,struktur maupun fungsinya.
Berikut ini merupakan rambu-rambu yang dapat menjadi
acuan dalam pembelajaran sains :
1. Bersifat konkrit
Benda-benda yang digunakan bermain dalam kegiatan pembelajaran adalah benda
yang konkrit (nyata). Pendidik tidak dianjurkan untuk menjejali anak dengan
konsep-konsep abstrak. Pendidik sebaiknya
menyediakan berbagai benda dan fasilitas lainnya yang diperlukan agar anak dapat
menemukan sendirri konsep tersebut.
2. Hubungan
sebab akibat terlihat secara langsung
Anak
usia 5-6 tahun masih sulit menghubungkan sebab akibat yang tidak terlihat
secara langsung karena pikiran mereka yang bersifat transduktif. Anak tidak
dapat menghubungkan sebab-akibat yang tidak terlihat secara langsung. Jika anak
melihat peristiwa secara langsung, membuat anak mampu mengetahui hubungan sebab
akibat yang terjadi. Sains kaya akan kegiatan yang melatih anak menghubungkan
sebab akibat.
3. Memungkinkan anak melakukan eksplorasi
3. Memungkinkan anak melakukan eksplorasi
Kegiatan
sains sebaiknya memungkinkan anak melakukan eksplorasi terhadap berbagai benda
yang ada disekitarnya. Pendidik dapat menghadirkan objek dan fenomena yang
menarik ke dalam kelas. Misalnya guru menghadirkan induk kucing dengan anaknya,
atau ulat yang akan menjadi kepompong. Anak akn merasa senang memperhatikan
perilaku dan perubahan yang terjadi terhadap binatang tersebut. Bermain dengan
air, magnet, balon, suara atau bayang-bayang akan membuat anak sangat senang.
Anak juga akan dapat menggunakan hampir semua panca indranya untuk melakukan
eksplorasi atau penyelidikan.
4. Memungkinkan anak menkonstruksi pengetahuan sendiri.
Sains tidak melatih anak untuk mengingat berbagai
objek, tetapi melatih anak mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan objek
tersebut. Oleh karena itu kegiatan pengenalan sains tidak cukup dengan
memberitahu definisi atau nama-nama objek, tetapi memungkinkan anak
berinteraksi langsung dengan objek dan memperoleh pengetahuan dengan berbagai
inderanya dari objek tersebut. Oleh sebab itu sangat tidak tepat jika
memperkenalkan anak berbagai objek melalui gambar atau model. Anak membutuhkan
objek yang sesungguhnya.
5. Memungkinkan anak menjawab persoalan ”apa” dari pada ”mengapa”
5. Memungkinkan anak menjawab persoalan ”apa” dari pada ”mengapa”
Keterbatasan anak menghubungkan sebab akibat
menyebabkan anak sulit menjawab pertanyan ”mengapa”. Pertanyaan tersebut harus
dijawab dengan logika berfikir sebab akibat. Jika anak bermain dengan air di
pipal lalu anak ditanya ”apa yang akan terjadi jika ujung pipa dinaikkan?”. Anak
dapat menjawab, ”air akan mengalir melalui ujung yang lain yang lebih rendah.”
tidak perlu anak ditanya ”mengapa jika ujung ini dinaikkan, air akan mengali ke
ujung yang lebih rendah”? Hal itu tidak akan dapat dijawab oleh anak. Sering
anak menerjemahkan pertanyaan ’mengapa” dengan ”untuk apa”, sehingga pertanyaan
mengapa akan dijawab ”agar” atau ”supaya” .
6. Lebih menekankan proses daripada produk
6. Lebih menekankan proses daripada produk
Melakukan kegiatan eksplorasi dengan benda-benda akan
sangat menyenangkan bagi anak. Anak tidak brfikir apa hasilnya. Oleh sebab itu
guru tidak perlu menjejali nak dengan berbagai konsep sains atau mengharuskan
anak untuk menghasilkan sesuatu dari kegiatan anak. Biarkan anak secara alami
menemukan berbagai pengertian dari interaksinya bermain dengan berbagai benda.
Dengan kata lain proses lebih penting daripada produk.
7. Memungkinkan anak mengunakan bahasa dan matematika
7. Memungkinkan anak mengunakan bahasa dan matematika
Pengenalan sains hendaknya terpadu ddengan disiplin
ilmu yang lain, seperti bahasa, matematika, seni dan atau budi pekerti. Melalui
sains anak melakukan eksplorasi terhadap objek. Anak dapat menceritakan hasil
eksplorasinya kepada temannya (bahasa). Anak melakukan pengukuran, menggunakan
bilangan, dan membaca angka (matematika). Anak dapat juga menggambarkan objek
yang diamati dan meawarnai gambarnya (seni). Anak juga diajarkan mencintai
lingkungan atau benda disekitarnya (budipekerti).
8. Menyajikan kegiatan yang menarik (the wondwer of science)
Sains menyajikan berbagai percobaan yang menarik
seperti sulap. Anak-anak yang masih memiliki pikiran magis (/imagical
reasoning) akan sangat tertarik dengan keajaiban tersebut. Misalnya air susu
dicampur air sabun dan diberi tiga macam pewarna makanan, lalu diaduk. Dengan
manmbahkan sedikit air soda, anak akan melihat air berbuih dan mengeluarkan gelembung
seperti mendidih, menampilkan air warna warni yang menarik.
pengembangan Sains pada Anak Penderita Gangguan Penglihatan
Anak yang mendapatkan gangguan penglihatan maksudnya adalah anak
yang tidak mampu menggunakan indra penglihatannya untuk mengenali suatu
objek.Anak penderita gangguan
penglihatan tidak perlu dirujukkan pada suatu kelas khusus,tetapi harus
di pikirkan cara menanganinya,jangan lah anak tersebut di sisihkan karena yang
bersangkutan tidak mampu mengikuti materi ,proses dan sikap sains atau tidak
dapat di tumbuhkan kemampuan sainsnya melalui kurikulum sains.Anak –anak
tersebut tetap harus difasilitasi kurikulum yang sama .muncul pertanyaan jika
kurikulum tidak boleh di rubah apa yang harus di lakukan ? yang paling utama
adalah memodifikasi peralatan dan bahan-bahan pembelajaran sains,sehingga anak
yang terganggu penglihatannya dapat belajar bersama-sama mempelajari sains
dalam kelas seperti anak normal.
Jika anak-anak normal di
beri bahan bacaan sains ,baik fiksi maupun non fiksi secara memadai maka
sebagai rasa tanggung jawab,anak yang terkena gangguan penglihatan perlu di
beri kesempatan dan informasi yang sama dan perlu juga di kembangkan buku-buku
bagi anak yang terkena gangguan penglihatan yang isi pesannya ekuivalen atau
sama-sama dengan buku bacaan anak normal.Cara yang mudah di lakukan adalah
dengan audio tape yang isinya adalah bacaan buku-buku anak normal.
A.
Strategi
belajar bagi anak yang mengalami ganggguan visual
Dalam mendukung aktivitas belajar
anak yang mengalami gangguan visual, guru sebaiknya memilih pendekatan yang
tepat dalam pengajaran dengan memperhatikan empat pokok utama yang dibutuhkan
dalam optimalisasi sisa penglihatannya yaitu; cahaya, kontras, jarak dan
ukuran. Pendekatan yang bisa digunakan guru adalah “pendekatan stimuli
penglihatan, pendekatan efesiensi penglihatan dan pendekatan pengajaran
menggunakan sisa penglihatan” (Hosni, 2002).
Hosni (2002) menjelaskan keempat aspek yang dapat
mengefesiensikan penglihatan dan memfungsionalkan lingkungan pada anak yang mengalami
gangguan visual adalah :
1.
Aspek cahaya
a. sepanjang masih memungkinkan, manfaatkan cahaya alamiah yang datang dari luar melewati jendela atau genting kaca,
b. menyesuaikan posisi duduk dan kebutuhan cahaya anak yang mengalami gangguan visual dengan datangnya arah cahaya,
c. cahaya yang tidak sesuai dengan kebutuhan, membuat anak akan mengalami kesulitan dan tidak efesien menggunakan matanya dalam membaca serta cepat lelah bila disuruh membaca,
d. menghindari tempat duduk yang menghadap cahaya,
e. cahaya sintesis dapat digunakan apabila cahaya alamiah tidak mendukung,
f. cahaya sintesis seperti lampu listrik, harus memperhatikan pula tentang intensitasnya, arahnya, tidak membuat panas dan bisa disesuaikan dengan kebutuhan.
a. sepanjang masih memungkinkan, manfaatkan cahaya alamiah yang datang dari luar melewati jendela atau genting kaca,
b. menyesuaikan posisi duduk dan kebutuhan cahaya anak yang mengalami gangguan visual dengan datangnya arah cahaya,
c. cahaya yang tidak sesuai dengan kebutuhan, membuat anak akan mengalami kesulitan dan tidak efesien menggunakan matanya dalam membaca serta cepat lelah bila disuruh membaca,
d. menghindari tempat duduk yang menghadap cahaya,
e. cahaya sintesis dapat digunakan apabila cahaya alamiah tidak mendukung,
f. cahaya sintesis seperti lampu listrik, harus memperhatikan pula tentang intensitasnya, arahnya, tidak membuat panas dan bisa disesuaikan dengan kebutuhan.
2. Aspek kontras
a. kekontrasan biasanya terlibat di dalamnya masalah warna,
b. kekontrasan berhubungan dengan warna latar belakang, makin menyolok perbedaan warna di antara objek dengan warna latar belakang makin tinggi tingkat kekontrasannya,
c. anak yang mengalami gangguan visual sering kehilangan objek bila objek tersebut berada di latar belakang yang sama atau sedikit berbeda warna dengan objek,
d. warna yang tidak memantulkan cahaya lebih dapat dilihat,
e. pengecetan warna ruangan (tembok, kusen, daun pintu dan jendela) yang memperhatikan aspek kekontrasan akan membuat anak yang mengalami gangguan visual merasa aman, aksesibel, dan fungsional di ruang tersebut.
a. kekontrasan biasanya terlibat di dalamnya masalah warna,
b. kekontrasan berhubungan dengan warna latar belakang, makin menyolok perbedaan warna di antara objek dengan warna latar belakang makin tinggi tingkat kekontrasannya,
c. anak yang mengalami gangguan visual sering kehilangan objek bila objek tersebut berada di latar belakang yang sama atau sedikit berbeda warna dengan objek,
d. warna yang tidak memantulkan cahaya lebih dapat dilihat,
e. pengecetan warna ruangan (tembok, kusen, daun pintu dan jendela) yang memperhatikan aspek kekontrasan akan membuat anak yang mengalami gangguan visual merasa aman, aksesibel, dan fungsional di ruang tersebut.
3.
Aspek jarak
a. anak yang mengalami gangguan visual dapat melihat objek dengan jelas bila jarak antara objek dengan penglihatannya sesuai,
b. biarkan anak yang mengalami gangguan visual melihat objek sedekat apapun. Setiap anak yang mengalami gangguan visual mempunyai jarak sendiri untuk melihat objek,
c. bila objek yang akan dilihat terlalu jauh dengan posisi anak yang mengalami gangguan visual, maka dekatkan objek lihat tersebut.
a. anak yang mengalami gangguan visual dapat melihat objek dengan jelas bila jarak antara objek dengan penglihatannya sesuai,
b. biarkan anak yang mengalami gangguan visual melihat objek sedekat apapun. Setiap anak yang mengalami gangguan visual mempunyai jarak sendiri untuk melihat objek,
c. bila objek yang akan dilihat terlalu jauh dengan posisi anak yang mengalami gangguan visual, maka dekatkan objek lihat tersebut.
4. Aspek ukuran
a. suatu objek bisa terlihat oleh anak yang mengalami gangguan visual, tergantung dari ukuran objek tersebut,
b. pada sebagian anak yang mengalami gangguan visual, ukuran objek bisa terlihat lebih besar dan jelas bila didekatkan dengan matanya,
c. untuk bahan bacaan, ukuran huruf ditetapkan tergantung pada usia anak yang mengalami gangguan visual, untuk usia TK lebih besar ukuran hurufnya dengan usia kelas 1-3 SD, di atas usia kelas 3 SD ukuran hurufnya makin kecil.
a. suatu objek bisa terlihat oleh anak yang mengalami gangguan visual, tergantung dari ukuran objek tersebut,
b. pada sebagian anak yang mengalami gangguan visual, ukuran objek bisa terlihat lebih besar dan jelas bila didekatkan dengan matanya,
c. untuk bahan bacaan, ukuran huruf ditetapkan tergantung pada usia anak yang mengalami gangguan visual, untuk usia TK lebih besar ukuran hurufnya dengan usia kelas 1-3 SD, di atas usia kelas 3 SD ukuran hurufnya makin kecil.
Strategi
lain membalajarkan sains pada anak terkena gangguan penglihatan tersebut adalah
dengan buku-buku sain Braille:
a. pelajaran dengan huruf timbul (System
moon)
Pada
tahun1847 Dr.willian moon menemukan cara menulis huruf timbul misalnya
menuliskan huruf a tanpa di coter di tengahnya. Buku moon dihasilkan dengan
cara mencetak timbulkan permukaan kertas dengan huruf moon.dengan cara terlebih
dahulu mencetak timbulkan lempengan-lempengan dengan kalimat-kalimat yang sudah
di susun.sistim moon memungkinkan anak tunanetra dapat belajar berbagai ilmu
bersama dengan saudara-saudaranya yang dapat di lihat.
b. huruf Braille
tanda-tanda
yang diketemukan oleh Braille didasarkan atas penempatan titik-titik pada 6
posisi,tersusun vertical masing-masing 3 titik.
B.
Alat bantu untuk anak yang mengalami gangguan visual
Tarsidi (1999:19) “anak-anak
penyandang ketunanetraan mungkin dapat terbantu dengan berbagai alat bantu low
vision dan sebaiknya didorong untuk menggunakannya baik di rumah, di sekolah
maupun ditempat bermain”. Alat-alat bantu tersebut adalah alat-alat proyeksi
dan pembesar yang memberi kemudahan berupa lensa khusus, lensa ini dapat
dijepitkan pada kacamata biasa atau dapat dipegang (kaca pembesar) yang sangat
mudah digunakan dan bermanfaat untuk membaca bahan cetak.Pembelajaran bagi anak
yang mengalami gangguan visual akan jauh lebih baik jika pembelajaran tersebut
dilakukan dengan mengefesienkan penggunaan penglihatan (efisiency in visual
functioning) seperti dijelaskan Corn (1986:99) “siswa low vision dimungkinkan
belajar dengan berbagai pendekatan yang memaksimalkan penggunaan kemampuan
penglihatannya. Efesiensi dalam penggunaan penglihatan disesuaikan dengan
kemampuan penglihatan untuk mengerjakan tugas yang diingikan”. Pendekatan
pembelajaran dengan menggunakan penglihatan bagi anak yang mengalami gangguan
visual didasarkan pada model dimensi penggunaan penglihatan dari Corn (Corn’s
model of visual functioning):
1.
Program stimulasi penglihatan (vision stimulation
programs)
Program ini digunakan untuk menstimulasi anak yang mengalami gangguan visual yang memiliki sisa penglihatan sangat minim dan tidak berkembang dengan tujuan untuk menstimulasi sisa penglihatan siswa dapat terangsang.
Program ini digunakan untuk menstimulasi anak yang mengalami gangguan visual yang memiliki sisa penglihatan sangat minim dan tidak berkembang dengan tujuan untuk menstimulasi sisa penglihatan siswa dapat terangsang.
2. Latihan
efesiensi penglihatan (vision efesiency training)
Latihan efesiensi penglihatan bertujuan untuk melatih anak yang mengalami gangguan vision agar dapat memfungsikan penglihatannya dalam situasi pendidikan dan interaksi dengan lingkungan.
Latihan efesiensi penglihatan bertujuan untuk melatih anak yang mengalami gangguan vision agar dapat memfungsikan penglihatannya dalam situasi pendidikan dan interaksi dengan lingkungan.
3. Pengajaran
pemanfaatan sisa penglihatan
Pengajaran pemanfaatan sisa penglihatan adalah sebuah upaya untuk mengajari siswa memanfaatkan sisa penglihatannya dengan memberikan bantuan atau alat koreksi (kaca pembesar, dll) sehingga proses pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan visual dapat lebih efektif dengan memaksimalkan penglihatan yang masih dimilikinya.
Pengajaran pemanfaatan sisa penglihatan adalah sebuah upaya untuk mengajari siswa memanfaatkan sisa penglihatannya dengan memberikan bantuan atau alat koreksi (kaca pembesar, dll) sehingga proses pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan visual dapat lebih efektif dengan memaksimalkan penglihatan yang masih dimilikinya.
Selain dengan alat-alat diatas itu
pengembangan Sains pada penderita ganguan visual dapat dilakukan dengan
peggunaan audio-tape,atau yang lainya.Dan bagi guru kemampuan memahami
teknik-teknik multy sensory sangat dibutuhkan dalam pengembangan pembelajaran
Sains agar pembelajaran tepat kepada anak dan dapat direspon secara efektif
oleh anak.
pengembangan Sains pada
Anak Penderita Gangguan Pendengaran
A. Pengertian anak penderita
gangguan pendengaran
·
Pengertian anak dengan kerusakan pendengaran secara fisiologi
Kerusakan pendengaran
secara fisiologi diartikan sebagai gangguan pendengaran yang timbul karena
kerusakan fungsi-fungsi alat dengar.kehilangan pendengaran yang berat di
klasifikasikan sebagai anak yang tuli dan anak yang mengalami kehilangan
pendengaran ringan di tetapan sebagai anak yang menderita keras pendengaran.
·
Pengertian anak dengan kerusakan pendengaran secara pendidikan
Maksudnya adalah gangguan
pendengaran yang di almi oleh anak yang menyebabkan anak tidak memiliki
keterampilan dalam berkomunikasi dan keteranpilan lain yang dibutuhkan dalam
proses pendidikan di kelas.
Karakteristik utama anak terkena gangguan
pendengaran adalah: Mereka dapat menangkap suatu maksud dengan baik melalui keterampilan
membaca gerak bibir benutur atau pembicara atau yang di sajikan melalui
symbol-simbol lainnya.
B. Penyebab Gangguan pendengaran
Penyebab terjadinya gngguan pada anak
berfariasi sifatnya di antaranya :
ü Akibat bawaan sejak lahir
ü Akibat penyakit disaluran
pendengaran
ü Amandel
ü Adenoid(lemah
pendengaran)
Bersifat
temporal:
§ Akibat dari demam
,penyakit flu dan reaksi suatu alergi tiga lokasi masalah yaitu,
1.
kerusakan pada telinga luar, sebabkan karena kehilangan
konduktif, yaitu kehilangan suara yang bergerak sepanjang jalan kecil
konduktif. Suara dapat terhalang dalam
kanal auditori eksternal terhadap telinga luar oleh kesalahan pembentukan kanal
itu sendiri. Akumulasi tahi telinga yang berlebihan, kehadiran benda yang masuk
ke telinga dan tumbuhnya tumor pada terusan telinga
2.
Kerusakan telinga bagian tengah, disebabkan karena kehilangan
konduktif yang biasanya lebih berbahaya dari pada kehilangan konduktif di
telinga luar, umumnya disebabkan karena, otitis media yang merupakan infeksi
pada telinga tengah yang melibatkan pembuluh Eustachio.
3.
Kerusakan telinga bagian dalam, disebabkan karena kerusakan
cochle cacar air, infeksi bakteri, infeksi yang terjadi sebelum kelahiran dari
penyakit rubella yang diderita oleh ibu, komplikasi saat kelahiran seperti bayi
mengalami anoksia atau kekurangan oksigen dan efek samping pengunaan obat anti
biotic yang tidak dikehendaki atau saraf pendengaran.
Pada orang dewasa, factor
ketulian juga terjadi karena adanya gangguan pada telinga bagian dalam.
Disebabkan, karena factor bunyi yang terlalu keras, kepala kena pukulan dan
kemuduran fungsi telinga yang disebabkan karena sok.
C.
Strategi
Pembelajaran Sains pada anak penderita gangguan pendengaran
Langkah pertama
sebelum menuju pembelajaran sains terhadap anak terkena gangguan pendengaran
adalah dilakukannya penyesuaian perilaku dari anak tersebut terhadap aktifitas
sains sehingga anak siap mengikuti pembelajaran sains.setelah anak di rasakan
siap kemudian dilakukan pemilihan metode yang di anggap paling tepat dan
cocok.Ada banyak cara yang dapat di pilih dan efektif dalam mengembangkan
pembelajaran sains untuk anak yang di maksud.cara yang di anggap produktif
adalah dengan mengembangkan dan melatih pendekatan multi sensoriterhadap anak
dalam mempelajari sains. Cara lainnya adalah dengan melalui kegiatan-kegiatan
yang bervariasi,misalkan aktivitas anak di arahkan pada kemampuan menyampaikan
idea tau gagasan melalui tertulis dengan menggunakan kartu-kartu tugas ,serta
untuk aktivitas di luar kelas.aktivitas anak terkena gangguan pendengaran si
arahkan pada explorasi sentuhan langsung pada objek atau fenomena yang di
observasinya.
Pada saat guru
menyajikan materi sains atau arahan-arahan, mungkin dengan mendemontrasikannya
(secara visual-gerak), disamping anak dapat mengamati materi, diupayakan anak
dapat menangkap bahasa bibir atau gerak bibir dan ekspresi muka guru saat
memprestasikannya.Kemampuan anak menangkap bahasa bibir dan ekspresi muka guru
akan sangat berguna bagi anak dalam mengkomunikasikan materi sain yang
diserapnya.
D.
Perkembangan
metode pendidikan anak gangguan
pendengaran
1.
Metode isyarat
Metode ini didasari oleh pandangan yang
menyatakan bahwa sesuai dengan kodratnya bahasa yang paling cocok untuk anak
tunarungu ialah bahasa isyarat.
Keutungan
metode ini:
Sesuai dengan anak tunarungu yaitu dunia tampa
suara, sesuai dengan kemampuan anak tunga. Ruang untuk menerima dan
mengeluarkan pikiran-pikiran melalui lambing visual sesuai dengan bahasa
ibunya.
Kelemahan
metode ini:
Tidak efektif karena banyaknya isyarat yang
harus dipelajari, tidak semua pengertian dapt di isyaratkan, keragaman isyarat
sesuai dengan daerah dan kehendak pembuatan isyarat, dan membatasi anak
tunarungu pada lingkungan yang dapat mengerti isyarat-isyaratnya.
2.
Metode oral
Dasar metode ini adalah pendapat yang menyatakan
bahwa anak tunarungu sebagai anggota masyarakat harus menyesuaikan diri kepada
pola kehidupan di sekitarnya, termasuk bahasanya, didukung oleh pengalaman
bahwa anak tunarungu mampu berbicara kalau mendapat perhatian dan latihan
secara teratur.
Keuntungan
metode ini :
Metode ini lebih menguntungkan dalam
memperluas komunikasi anak dengan masyarakat sekitarnya dan dapat memungkinkan
kegiatan belajar mengajar yang lebih sistematis.
Kelemahan
metode ini :
Kelemahan utama terletak pada keterbatasan kemampuan
anak tunarungu dalam menangkan dan mengeluarkan bahasa lisan.
Selain dengan metode
diatas pengembangan Sains pada gangguan pendengaran dapat pula dilakukan dengan
pendekatan multy sensory terhadap anak pembelajaran Sains.Serta dapat pula
dengan melalui kegiatan-kegiatan yang bervariasi, dan penyajian pembelajaran
secara visual-gerak.
Pengembangan Sains pada
Penderita Gangguan Emosional
A. Pengertian gangguan
emosional
Gangguan emosional di
artikan sebagai ketidak mampuan anak dalam belajaryang tidak jelas oleh faktor
kesehatan, intelektual, dan sensorik. Sejumlah anak menunjukkan prilaku yang
merusak kemampuannya sendiri, sehingga perkembangan dirinya dan peran sosial
menjadi terhambat. Permaslahan tersebut diakibatkan oleh banyak faktor. Bisa saja
mereka kurang percaya diri, anak mudah takut, anak depresi, mempunyai sikap
penentang atau karena mereka senang menghabiskan waktu sesuai kehendak hatinya.
Gangguan tersebut merupakan alasan mengapa anak tidak dapat beraktivitas secara
baik dan wajar dalam pembelajaran sains. Untuk mengetahui penyebabnya sebaiknya
anak harus dibawa ke psikolog.
Aktivitas sains mempunyai
fungsi terapi yang penting bagi gangguan emosional pada anak. Kegiatan sains
yang dilakukan oleh anak akan mampu mengontrol luapan emosi pada anak. Caranya
adalah dengan pembelian berbagai aktivitas yang bervariasi dan dapat dilakukan
anak dengan penuh daya tarik yang mengundang anak untuk memanipulasinya dengan
berbagai cara. Jika anak merasakan kesuksesan dalam kegiatan, maka akan tumbuh
rasa percaya diri yang tinggi pada setiap kegiatan yang dilakukannya. Kita
tidak perlu melakukan tindakan selalu mengarahkan perubahan emosi anak, yang
penting adalah kita harus menciptakan kemampuan kondisi pembelajaran sains yang
dapat melibatkan mereka secara wajar, sehingga anak merasakan manfaat dihargai
oleh guru.
Tentu jenis gangguan
emosi dapat di fasilitasi dalam kegiatan pembelajaran sains yang digabung
dengan anak normal adalah jenis gangguan emosi yang masih dapat dikendalikan
dan secara klinis dapat di kontrol melalui aktivitas yang diskenariokan oleh
guru. Sedangkan gngguan emosional yang tidak terkendali akan mengganggu
teman-temannya, sebaiknya difasilitasi dengan cara lain pula, misalkan tidak
pada sekolah yang sama. Tetapi ingat, secara umum kita tidak bisa memilah –
milah dari awal tentang tindakan perlakuan khusus yang kita lakukan. Jadi,
sebetulnya cara terbaik adalah guru harus hati – hati menyimpulkan tentang
prilaku anak, dan dalam melakukan
tindakan – tindakannya. Karena
tujuan dari tugas guru adalah mengembalikan anak pada perkembangan anak dan
perolehan pengalaman belajar yang benar dan sesuai dengan tahap perkembangan
anak.
B.Karakteristik umum
dan khusus anak yang mempunyai gangguan emosional
Terdapat 3 karakteristik umum yang nampak pada anak yang mengalami gangguan
emosional ringan dan sedang :
1.
Hasil belajar anak rendah dibidang akademik
2.
Hubungan interpersonal anak yang miskin
3.
Anak memiliki harga diri yang rendah .
Dalam hasil belajar yang
rendah, salah satu kesalahan konsepsi yang umum ialah bahwa anak dengan
gangguan emosional adalah cerdas, termotivasi untuk berbuat dan sukses dalam
sekolah. Meskipun konsepsi ini ada benarnya, kebanyakaan anak yang mengalami
gangguan emosional ringan dan justru performansinya kurang pada tes intelegensi
dan dalam semua bidang hasil belajar akademik jika di bandingkan teman sebaya
mereka yang tidak mengalami gangguan emosional.Dari segi hubungan interpersonal
yang miskin yang dialami anak dengan gangguan emosional, anak sering digambarkan
sebagai anak blak – blakkan karena mereka kehilangan keterampilan sosial dan
sfat kepribadian yang menyenangkan bagi orang lain, guru, orang tua, dan teman
sebaya.Dari segi harga diri yang rendah anak dengan gangguan emosional
seringkali memiliki perasaan yang kurang terhadap kebenaran diri dan konsep
dirinya.
Sedangkan karakteristik
khusus yang ditunjukkan oleh anak menurut Achen bach dan Edelbrock (1981) anak
betindak kepada kaum muda dengan tidak hormat, menentang, tidak dapat
konsentrasi, hiperaktif, pusing, menangis, meminta perhatian, kejam terhadap
orang lain, merusak barang miliknya dan orang lain, tidak tunduk peraturan
sekolah dan dirumah, mersa tidak bersalah, merasa tidak dicintai,merasa benar
dan bertingkah laku marah. Karakteristik diatas menunjukkan perbedaan yang berarti antara anak yang mengalami
gangguan emosional dengan anak normal.
C. Strategi
Pengembangan Sains pada gangguan emosional
Aktivitas Sains mempunyai
terapi yang penting bagi ganguan emosional anak. Kegiatan Sains yang dilakukan
akan mampu mengotrol luapan emosi anak tersebut.Caranya dengan memberikan
aktivitas yang bervariasi dan dapat dilakukan dengan penuh daya tarik dan
mengundang anak memanupulasi dengan berbagai cara.Kita tidak perlu melakukan
tindakan yang selalu mengarah pada perubahan emosi pada anak, yang terpenting
adalah kita harus mampu menciptakan kondisi pembelajaran Sains yang dapat
melibatkan anak secar tepat dan wajar, sehingga anak dapat merasakan manfaat
dihargai oleh kita.Sehingganya pembelajaran Sains dilakukan dengan berbagai
akivitas kegiatan Sains yang penuh dengan penanaman nilai sikap yang dapat memberi
dampak yang baik bagi anak.
Suyanto,Slamet.2005.Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini.Jakarta.DEPDIKNAS
Soekini,Ts Pradopo.1997.Pendidikan Anak-Anak Tuna Netra.Jakarta.DEPDIKKEB
Nugraha,Ali.2008.Pengembangan
Pembelajaran Sains Pada Anak Usia dini.Bandung.JILSI foundation.
Sandrawinata,Emon.1997.Pendidikan Anak-Anak Tuna Netra.Jakarta.DEPDIKKEB
Hadis,Abdul.2006.Pendidikan
Anak Berkebutuhan Autistik.Bandung.Alfabet
Penggunaan Kompuer
untuk Anak Usia Dini
Zaman modern yang serba canggih dengan alat-alat
teknologi,menuntut seseorang untuk ikut mengetahui dan menggunakan alat-alat
teknologi tersebut.Penggunaan ini tidak mengenal usia menngunakannya,misalnya
pengunaan alat komunikasi seperti:handphone,laptop,notebook,ipad,dan
sebagainya,semua orang terseret oleh arus perubahan zaman,yang dulunya
taradisional sekarang berubah menjadi serba canggih atau modern.
Penggunaan alat-alat komunikasi sangat memberikan kemudahan
bagi penggunanya,baik dari segi hemat waktu,biaya dan sebagainya.dengan
banyaknya mamfaat yang diberikan oleh alat-alat tersebut,membuat orang
berlomba-lomba untuk memilikinya.
Alat teknologi tersebut selalu terjadi perubahan,misalnya
komputer,sekarang telah diganti dengan laptop atau notebook,dimana laptop atau
notebook dan telah disempurnakan lagi dalam bentuk ipad yang berukuran mini dan
seterusnya.Perubahan yang diciptakan oleh penemunya memang berawal dari standar
kebutuhan dan mamfaat bagi masyarakat dari benda-benda tersebut. .
Pengenalan komputer untuk anak usia dini dapat dikatakan
perlu untuk dikenalkan,karena anak telah berada di tengah-tengah kehidupan
serba canggih dan modern dan hampir
semua orang menggunakannya.pengenalan ini tentunya ada bimbingan orang
tua,karena pendidikan pertama anak adalah pendidikan orang tua. Sebagaimana diketahui
anak usia dini memiliki rasa ingin tahu yang
tinggi,agar hal ini berjalan sesuai dengan karakter anak,maka perlunya
didikan dari orang tua agar tidak terjadi perilaku menyimpang atau penngunaan
yang salah.
Penggunaan komputer memang saat ini tidak mengenal
usia,termsuk anak usia dini misalnya dalam penggunaan komputer,namun harus ada
selalu pantauan, selalau diawasi dan dikontrol oleh orang tua karena tidak
semua program komputer cocok dan baik untuk anak usia dini.Untuk itu perlu
bimbingan orangtua saat anak menggunakan komputer agar anak tidak salah dalam
menggunakannya,dan pengunaan komputer hendaklah sesuatau yang bermanafaat bagi
anak tentunya yang berkaitan dengan aspek-aspek perkembangan anak (
kogitif,afektif dan psikmotor),selain dari bertambahnya penetahuan anak dan
menemukan hal-hal yang baru.
Anak dapat mengunakan komputer, dengan bermain bersama orang
tua,misalnya permainan game adukatif,orang tua membantu mengarahkan atau
menjelaskan permainan tersebut,karena tidak mungkin anak bisa tahu sendiri
tanpa ada yang mengajarkan dan membimbingnya,karena anak belum bisa membaca
khususnya anak usia KB dan TK.komputer ini sangat bemanfaat oleh anak sebagai
media belajar,baik untuk mengenal huruf,mengenal angka,bentuk warna dan
sebagainya yang dapat menunjang tahap-tahap pertubuhan dan aspek-aspek
perkembangan anak.
Disamping orang tua membimbing
anak menggunakan komuter,orang tua harus memperhatikan juga kapan waktu yang tepat menggunakannya, jarak
mata anak dengan komputer,posisi duduk,dan berapa jam anak boleh menggunakan
komputer.jika anak terlalu lama di depan komputer akan mengakibatkan kelelahan
pada mata,yang akan mengakibatkan kekeringan pada bola mata,dan posisi duduk
dan mata, tidak sejajar dengan komputer dapat menyebabkan mata rusak atau sakit
bahkan bisa menyebabkan mata anak juling dan tulang pungung anak tidak normal.untuk
itu posisi duduk harus diperhatikan. Disarankan, agar duduk
dalam posisi tegak dan rileks juga disarankan agar salah satu dari kaki agak
maju ke depan
Oleh: Dr. Ulfa Maria, M.Pd. (Widyaiswara Madya LPMP Lampung)
Pendidikan karakter merupakan pendidikan moral, budi
pekerti, nilai, watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik
untuk memberikan keputusan baik dan buruk, serta memelihara apa yang baik dan
mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
Sebagian masyarakat resah dengan keadaan sekarang. Hampir
di segala dimensi kehidupan mengalami pergeseran nilai-nilai, terutama moral,
dan prilaku menyimpang (bisa dikatakan mengalami krisis moral). Kalau mau
disebutkan masalahnya, mulai dari dalam rumah sampai keadaan di luar
rumah tak terhitung lagi masalah-masalah yang berkaitan dengan krisis
moral ini. Mulai dari prilaku buruk orang tua dengan anak atau sebaliknya
banyak terjadi di dalam rumah tangga.
Apalagi masalah prilaku buruk terjadi di luar rumah
kalau bisa diandaikan air laut dijadikan tintanya tak akan cukup untuk
menuliskan masalah yang terjadi akibat krisis moral ini. Ada apa dengan bangsa
kita ini? bagaimana menyikapi masalah ini? Apakah kita harus diam-diam saja?
Atau menunggu revolusi Allah SWT dating
Karakter
sebagai suatu moral excellence atau akhlak dibangun di atas berbagai kebajikan
(virtues) yang pada gilirannya hanya memiliki makna ketika dilandasi atas
nilai-nilai yang berlaku dalam budaya (bangsa). Karakter bangsa Indonesia
adalah karakter yang dimiliki warga negara bangsa Indonesia berdasarkan tindakan-tindakan
yang dinilai sebagai suatu kebajikan berdasarkan nilai yang berlaku di
masyarakat dan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pendidikan budaya dan
karakter bangsa diarahkan pada upaya mengembangkan nilai-nilai yang mendasari
suatu kebajikan sehingga menjadi suatu kepribadian diri warga negara.
UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pasal 3 dijelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak juga peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa serta bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
lalu menjadi warga negara yang demokratis juga bertanggung jawab. Tetapi belum
mampu memberikan kontribusi yang pasti dalam meningkatkan nilai-nilai budaya
dan karakter bangsa. Kalau dalam mengimplementasikannya tujuan dan fungsi
tersebut tidak dilaksanakan dengan perencanaan dan proses yang tepat serta
belum didukung oleh semua elemen terkait dalam masyarakat, rasanya masih mimpi
mendapatkan generasi yang kita inginkan bersama.
Penerapan nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa sudah dimulai dari sejak dini, baik di lembaga formal, nonformal,
maupun informal. Ternyata setelah diamati dan diperhatikan, ada sesuatu yang
belum maksimal, kurang mengintegrasikan, dan tidak menyeluruh dalam
pelaksanaannya sehingga berjalan tanpa makna.
Desain rencana pembelajaran yang
dirancang pendidik terkadang belum jelas ke mana pembelajaran akan dibawa.
Hampir semua isinya memuat pengetahuan kognitif dan motorik. Kalau ada,
nilai-nilai moral agama hanya sebatas pengetahuan bagi anak saja. Bukan
memahami makna yang terkandung di setiap kegiatan. Terlihat saat proses
pembelajaran formal maupun nonformal pembelajaran yang dilakukan sifatnya
rutinitas tanpa makna hanya mengacu kepada tujuan bahwa pelaksanaan
pembelajaran selesai dilakukan. Apakah nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
tadi ditanamkan atau tidak, tampaknya tidak terlalu dihiraukan dan itu
terus menerus dirasakan atau tanpa dirasa ini telah terjadi bertahun-tahun.
Dalam UU No. 23/2000 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah
salah satu upaya pembinaan yang ditujukan untuk anak sejak lahir sampai dengan
6 tahun. Dan dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agara nak memiliki kesiapan
dalam memasuki jenjang pendidikan lebih lanjut (pasal 1 butir 14). Anak
merupakan investasi masa depan yang perlu distimulasi perkembangannya sejak
usia dini. Sel-sel otak yang dimiliki anak sejak lahir tidak akan mampu
berkembang secara optimal jika stimulus yang diberikan tidak tepat dan tidak
mendukung perkembangannya. Salah satu kawasan yang perlu dikembangkan oleh
orang tua dan pendidik dalam menstimulasi anak adalah penanaman nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa. Diharapkan pada tahap perkembangan selanjutnya anak
akan mampu membedakan baik buruk, benar salah, sehingga ia dapat menerapkannya
dalam kehidupan sehari-harinya. Ini akan berpengaruh pada mudah tidaknya anak
diterima oleh masyarakat sekitarnya dalam hal bersosialisasi.
Pengembangan nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa anak usia dini harus dilakukan dengan tepat. Jika hal ini tidak
bisa tercapai, pesan moral yang akan disampaikan orang tua dan pendidik kepada
anak menjadi terhambat. Pengembangan nilai moral untuk anak usia dini bisa
dilakukan di dalam tiga tri pusat pendidikan yang ada. Yaitu, keluarga,
sekolah, dan masyarakat. Dalam pengembangan nilai moral untuk anak usia dini
perlu dilakukan dengan sangat hati-hati. Hal ini dikarenakan anak usia dini
adalah anak yang sedang dalam tahap perkembangan praoperasional konkret seperti
yang dikemukakan oleh Piaget. Sedangkan nilai-nilai moral merupakan
konsep-konsep yang abstrak. Sehingga dalam hal ini anak belum bisa dengan
serta-merta menerima apa yang diajarkan guru/orang tua yang sifatnya abstrak
secara cepat. Untuk itulah orang tua dan pendidik harus pandai-pandai dalam
memilih dan menentukan metode yang akan digunakan untuk menanamkan nilai moral
kepada anak agar pesan moral yang ingin disampaikan guru dapat benar-benar
sampai dan dipahami oleh anak untuk bekal kehidupannya di masa depan.
Pendidikan karakter bukan hanya sekadar
menanamkan mana yang benar dan salah. Pendidikan karakter merupakan usaha
menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik (habituation). Sehingga peserta didik
mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi
kepribadiannya, harus melibatkan pengetahuan yang baik (moral knowing),
perasaan yang baik atau loving good (moral feeling) dan perilaku yang baik
(moral action), sehingga terbentuk perwujudan kesatuan perilaku dan sikap hidup
peserta didik.
Upaya pemerintah cukup besar dalam
menanamkan dan meningkatkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa baik melalui
penyusunan perangkat kebijakan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota,
penyiapan dan penyebaran bahan kebijakan karakter yang diprioritaskan pemberian
dukungan kepada TPK tingkat provinsi dan kabupaten/kota melalui Dinas
Pendidikan, komite sekolah, dan para pejabat pemerintah di lingkungan dan luar
Disdik.
Diharapkan juga dalam proses
pembelajaran nilai-nilai budaya dan karakter bangsa merupakan satu kesatuan
dari program manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah yang terimplementasi
dalam pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum. Langkah-langkah
penerapan dapat melalui sosialisasi ke stakeholders, pengembangan dalam
kegiatan sekolah, yaitu: integrasi dalam mata pelajaran yang ada; mata
pelajaran mulok; serta pengembangan diri, kegiatan pembelajaran, pengembangan
budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar-mengajar (PKBM), kegiatan
ko-kurikuler dan/atau ekstrakurikuler, kegiatan keseharian di rumah dan
masyarakat. (*)
Analisis
Pada saat ini
pembangunan nilai karakter pada pendidikan formal,informal maupun non formal belum
maksimal , kurang mengintegrasikan, dan tidak
menyeluruh dalam pelaksanaannya sehingga berjalan tanpa makna.,terlihat pada cara pengajaran yang diberikan hanya mengcu
pada kognitif dan dan motorik dan nilai-nilai
moral agama hanya sebatas pengetahuan bagi anak saja. Bukan memahami makna yang
terkandung di setiap kegiatan. Terlihat saat proses pembelajaran formal maupun
nonformal pembelajaran yang dilakukan sifatnya rutinitas tanpa makna hanya
mengacu kepada tujuan bahwa pelaksanaan pembelajaran selesai dilakukan.Melihat
fakta di lapangan,wajar ada anak-anak yang berkepribadian menyimpang,karena
pendidikan yang di dapat di sekolah kurang maksimal mengajarkan dan menanamkan
kepribadian mulia,di tambah lagi kondisi keluarga yang kurang peduli terhadap
anak.apa yang diperolah anak waktu kecil akan terlihat ketika ia dewasa
kelak,melihat kepada pejabat-pejabat negara yang bertingkah laku
menyimpang,katakanlah seperti korupsi,hal ini mungkin akibat dari pendidikan
yang di dapat waktu usia dini yang kurang mendapatkan pendidikan
berkarakter.untuk itu usaha yang dapat dilakukan oleh guru PAUD khususnya dalam
proses belajar hendaklah adanya Pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter
bangsa harus dilakukan dengan tepat.
Jika hal ini tidak bisa tercapai, pesan moral yang akan disampaikan orang tua
dan pendidik kepada anak menjadi terhambat. Pengembangan nilai moral untuk anak
usia dini bisa dilakukan di dalam tiga tri pusat pendidikan yang ada. Yaitu,
keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dan proses pembelajaran nilai-nilai budaya
dan karakter bangsa merupakan satu kesatuan dari program manajemen peningkatan
mutu berbasis sekolah yang terimplementasi dalam pengembangan, pelaksanaan, dan
evaluasi kurikulum. Langkah-langkah penerapan dapat melalui sosialisasi ke
stakeholders, pengembangan dalam kegiatan sekolah, yaitu: integrasi dalam tema yang
ada; serta pengembangan diri, kegiatan pembelajaran, pengembangan budaya
sekolah dan pusat kegiatan di sentra dan
area,ekstrakurikuler, kegiatan keseharian di rumah dan masyarakat. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar